RAPBNP 2017

RAPBNP 2017, Defisit APBN Membengkak Dekati 3 Persen

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah berencana melebarkan defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 menjadi 2,92 persen dari semula sebesar 2,41 persen pada APBN 2017. Melebarnya defisit anggaran disebabkan terpangkasnya penerimaan pajak dan membengkaknya belanja negara. 

Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar M. Misbakhun menyebut peningkatan defisit dalam APBNP menjadi 2,92 persen memang tak terelakkan seiring dengan target penerimaan pajak yang diproyeksi meleset pada tahun ini. Sementara itu, penambahan anggaran belanja negara juga mendesak terutama untuk menutup anggaran subsidi pada sektor energi. 

"Pelebaran proyeksi defisit bisa dimengerti. Konsekuensi defisit menjadi melebar masih bisa diterima sepanjang tidak melewati batas 3 persen," ujar Misbakhun kepada CNNIndonesia.com, 


Misbakhun pun meminta pemerintah untuk hati-hati dalam mengelola defisit agar tidak melewati batas 3 persen. Batas defisit anggaran diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada Pasal 12 ayat (3) UU tersebut, yang menyebutkan bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Proyeksi defisit 2,92 persen memang harus dikelola secara hati-hati. Jangan sampai melewati batas 3,0 persen sesuai batas maksimum yang dibolehkan UU," ungkapnya. 

Selain mempertimbangkan batasan dari UU, menurut dia, pemerintah juga perlu memikirkan dampaknya terhadap pengelolaan anggaran ke depan, termasuk terhadap perencanaan Rancangan APBN 2018 mendatang.
Rancangan APBNP 2017Foto: CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani
Rancangan APBNP 2017
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, peningkatan defisit APBN berdampak pada meningkatnya kebutuhan pembiayaan atau utang pemerintah. Padahal, biaya untuk menerbitkan utang pada semester kedua diproyeksi akan meningkat seiring dengan rencana Bank Sentral AS, The Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga acuannya. 

"Kalau pemerintah terlalu banyak menerbitkan utang juga dikhawatirkan dapat menimbulkan crowding out atau perebutan dana di pasar dengan perbankan," ungkap dia. 

Kondisi tersebut menurut dia, dapat membuat perbankan kesulitan likuiditas dan memilih untuk menaikkan bunganya. 

Bima juga khawatir realisasi anggaran dapat menembus 3 persen jika tidak dijaga secara hati-hati. Pasalnya, realisasi defisit yang lebih tinggi dari target pernah dialami pemerintah. Dia mencontohkan pada 2015 lalu, pemerintah menargetkan defisit hanya sebesar 1,9 persen, tetapi realisasinya mencapai 2,8 persen. 

Sementara itu, Mantan Sekertaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani menilai pemerintah sebaiknya tak mengerek defisit APBN. Pasalnya, pemerintah perlu memperhatikan jumlah utang Indonesia dan porsinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). 

Adapun per Mei 2017, jumlah utang telah mencapai Rp3.672,33 triliun atau sekitar 26,99 persen dari PDB. "Rasio masih terjaga, investor masih percaya dengan obligasi kita. Tapi jangan sampai membuang-buang uang dari utang," tekannya.


Dibanding menaikkan defisit APBN, pemerintah sebaiknya memangkas belanja negara berdasarkan realisasi belanja. Aviliani mencontohkan dana desa sebagai salah satu pos anggaran yang dapat dipangkas. 

"Jangan sampai dana desa makin tinggi tapi infrastruktur pemda tidak berdampak ke ekonomi. Jangan sampai, seolah ke masyarakat tapi tidak ada dampaknya pada ekonomi," terangnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ada sejumlah pos belanja yang membutuhkan suntikan anggaran tambahan. Tambahan dibutuhkan untuk anggaran subsidi sektor energi, anggaran pengembangan proyek infrastruktur, dan anggaran pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak pada 2018 dan pemilihan presiden (Pilpres) 2019. 

Komentar

Postingan Populer